Saya bukanlah seniman, sejarahwan ataupun budayawan, tetapi
saya hanyalah salah satu dari masyarakat bangsa karo yang mencintai budaya
karo, melalui tulisan ini saya ingin lebih memperkenalkan suku karo kepada
khalayak umum dan juga sebagai sarana bagi saya untuk lebih memahami budaya
dari suku saya sendiri.karena dengan membuat tulisan ini saya harus membaca
banyak artikel & buku mengenai suku karo.
Seluruh tulisan mengenai budaya karo yang saya tulis dibawah
ini, saya rangkum dari berbagai sumber. Rangkuman tersebut tentunya saya buat
sesuai dengan pemahaman saya tentang karo, kalau ada kekurangan mohon maaf dan
mohon koreksinya.
Sebelumnya juga saya belum pernah mendengar marga Tarigan Jogya atau bisa dibilang saya juga baru tahu kalau Tarigan Jogya itu ada dan itupun kalo memang benar benar ada (masalah benar ada atau tidak saya tidak tahu), Tetapi Artikel dibawah ini menunjukkan kalau keberadaan Merga Tarigan Jogya ini memang benar - benar ada, selain itu juga Tertulis sedikit tentang sejarah kerajaan Karo/Haru, saya merasa atikel dibawah ini sangat menarik untuk dibaca. artikel ini saya ambil dari blog http://tariganjogya.blogspot.com.
Diawali pada saat kerajaan Majapahit berperang dengan
kerajaan Haru (Kerajaan Karo1) dimana pada masa itu kerajaan Haru (Karo.1)
dipimpin oleh Raja Haru.1, yang di gelari dengan Maha Raja di Raja dengan
sebutan Maha raja di raja yang turun dari batu, Batu di hulu di kata di
hilir,Batu di hilir di kata di hulu, yang bermarga Sembiring Kembaren, dengan
pusat kerajaan di sekitar daerah Bahorok kabupaten Langkat sekarang.
Karena kerajaan Haru (Karo.1) maju pesat terutama
dalam perdagangan, maka berita kerajaan ini cepat tersiar khususnya di daerah
kerajaan-kerajaan di sekitar Asia Tenggara, dan sampai juga di kerajaan
Majapahit,yang kala itu merupakan salah satu kerajaan terbesar di Asia bahkan
sampai ke mdagaskar, dengan angkatan perang yang besar dan tangguh, dipimpin
oleh Pati Gajah Mada, mendengar berita bahwa beberapa kerajaan di sekitar
Majapahit mengalami kemajuan pesat, maka Kerajaan Majapahit merasa was-was dan
tersaingi,merasa terpojokkan.
Sehubungan dengan wibawa dan menjaga keamanan kerajaan
Majapahit,maka majapahit berkeinginan untuk menaklukkan beberapa kerajaan yang
dianggap maju pesat,dan untuk keinginan itu maka Patih Gajah Mada bersumpah
untuk menaklukkan beberapa kerajaan yang ada di sekitarnya, dan sumpah itu
terkenal dengan sebutan : Sumpah Palapa yang berbunyi : “ Saya
(Patih Gajah Mada ) tidak akan memakan buah palapa sebelum saya mengalahkan
kerajaan Pajang, Dompo, Haru……dst, Haru inilah kerajaan Karo 1 yang dipimpin
oleh Maha Raja di Raja yang turun dari batu, Batu di hulu dikata di hilir,Batu
di hilir di kata di hulu, yang mempunyai Keris yang sangat sakti mandraguna di
sebut dengan : Piso Bala Bari
Kerajaan Karo 1 ( Haru ) dengan kemajuan yng pesat menguasai
darah mulai dari sebagian Aceh sampai ke perbatasan Pagaruyung ( Kerajaan di Sumatera
Barat ), Kerajaan Karo.1. ( Haru ) pada masa itu telah menggunakan Aksara
dengan tulisan dari bawah ke atas dan bahasa Karo ( Haru ) juga merupakan salah
satu bahasa yang tertua di Indonesia setelah bahasa Sangsekerta, Bahasa
kawi (Jawa kuno ) dan kemudian bahasa Haru ( Karo ).
Kemudian Pada tahun 1304 masehi Kerajaan
Majapahit mulai menyerang kerajaan Haru ( Karo ) dan berperang sampai pada
tahun 1305 masehi, dalam peperangan yang begitu hebat,angkatan perang Haru (
Karo ) di pimpin oleh 3 orang panglima besar yaitu :
1. Panglima Perminak Sagi
2. Panglima Sijagat
3. Panglima Siperumang
Ketiga panglima perang kerajaan Haru ( karo ) ini, sangatlah
sakti dan ahli dalam strategi perang, sehingga angkatan perang kerajaan
Majapahit yang begitu besarpun tak pernah kesampaian cita-citanya menaklukkan
kerajaan Haru ( karo ), Salah satu kelebihan ketiga panglima perang kerajaan
Haru (Karo) tersebut adalah kemampuannya membuat batas perang ( Mbaleng
Perang ), dimana dengan menggunakan peralatan perang sejenis
serbuk (bubuk
mbaleng pecah Perang ) yang dapat di taburkan dengan mudah di arena
peperangan. Serbuk perang tersebut di taburkan dengan berbentuk garis batas,
guna membatasi musuh masuk lebih jauh ke daerah kerajaan Haru ( karo
), sehingga daerah kerajaan Haru ( karo ) dapat di bentengi dengan
taburan serbuk perang yang di taburkan memanjang berupa garis batas.
Serbuk perang tersebut di taburkan memanjang di sepanjang
Alur-alur sungai
petani (lau
Petani) sampai daerah penatapan yang merupakan daerah hulu sungai petani di
dekat tahura berastagi sekarang yang berdekatan dengan Gunung Barus ( Deleng
Barus ). Hal ini dilakukan karena masuknya tentara kerajaan Majapahit, mulai
dari daerah pantai atau daerah hilir sungai petani.
Kelebihan
dan kehebatan serbuk perang tersebut yang di buat oleh ketiga panglima perang
Haru ( karo ) tersebut, adalah dapat mengantisipasi setiap musuh yang
melewati batas serbuk perang yang telah di taburkan. Jika musuh (tentara
kerajaan majapahit) melewati batas perang ( Baleng Perang ) yang berupa serbuk
yang sudah di taburkan itu, maka orang tersebut pasti mati, yang hebatnya lagi
adalah, Jangankan orangnya yang melewati serbuk batas perang tersebut, Bayangan
saja pun melewati batasan serbuk perang tersebut, maka orangnya pasti mati,
walaupun orangnya belum melewati serbuk batas perang itu, tapi bayangan orang
itu sudah melewatinya, maka orangnya akan tewas. Oleh sebab itu banyak sekali
tentara-tentara kerajaan Majapahit yang tewas di alur-alur sungai petani sampai
ke daerah penatapan ( Sampuren Kulikap ) di daerah Tahura Berastagi sekarang.
Dengan
situasi perang yang demikian ,sangat membingungkan tentara kerajaan Majapahit
untuk dapat melewati lebih jauh kedalam wilayah kerajaan Haru ( karo.1
),sehingga kerajaan Majapahit tidak pernah mampu mengalahkan kerajaan Haru (
Karo ) sampai akhir tahun 1305 Masehi, tetapi karena begitu hebatnya dan
dahsyatnya perang tersebut,ditambah lagi begitu besarnya pasukan Majapahit,Maka
sebagian daerah Haru ( karo ) yang tidak di batasi oleh serbuk perang, tentara
Majapahit dapat masuk melalui jalur tersebut, seperti halnya dari wilyah
Alas-Gayo (sekarang Aceh Tenggara) yang pasukan Haru ( Karo ) di daerah
tersebut di pimpin oleh Panglima Udan, sehingga kerajaan Haru ( karo )
berantakan dan tercerai –berai,walaupun tidak sempat terkalahkan oleh kerajaan
Majapahit.
Maka
pada akhir tahun 1305 Masehi itu, sebagian kerajaan Haru ( karo ) di alihkan
menjadi kerajaan Batak Raya yang di pimpin oleh Raja Sisingamangaraja 1 ( Raja
gulang-gulang) dan daerah Haru ( Karo ) lainnya seperti taneh Simelungun
menjadi Simalungun dan daerah pakpak serta daerah Alas dan gayo ( Sekarang Aceh
Tenggara ), kemudian pada daerah-daerah pantai menjadi suku bangsa Maya-maya (
sekarang melayu ).
Bersamaan
dengan itu pula,sebagian tentara kerajaan majapahit yang selamat dari perang
dan tertawan di jadikan tawanan perang, dan kemudian berbalik untuk bergabung
denga Haru ( karo ) yang di sebut : Jintera majapahit si ngelandih ku Haru (
karo ), yang kemudian menyesuaikan diri dan masuk ke dalam sub merga-merga yang
ada di karo, ke sub merga Ginting, perangin-angin dan karo-karo. Kemudian
tentara Haru ( karo ) yang di tawan oleh tentara Majapahit di jadikan tawanan,
dan di bawa pulang ke Majapahit sebagai tawanan perang kerajaan Majapahit, yang
kemudian sebagai tawanan di tempatkan di berbagai tempat. Sebagian tawanan (
tentara kerajaan Haru ) itu, di tempatkan di daerah lereng Pegunungan Tengger (
sekarang Jawa timur ), sebagian lagi di tempatkan di lereng Pegunungan Gunung
Merapi bagian Tenggara ( sekarang kabupaten Klaten ) Jawa Tengah, dan sebagian
lagi di tempatkan di lereng Pegunungan Gunung Merapi di bagian selatan (
sekarang Kabupaten Slamen ) Jogyakarta, serta sebagian lagi di tempatkan di
daerah Pegunungan Gunung Kidul pada gua-gua kapur ( sekarang daerah kecamatan
Ponjong ) Jogyakarta.
Sebagaimana
umumnya tawanan perang, yang harus mengikuti keinginan penguasa saat itu,dan
bagi tawanan juga demi menjaga keamanan dan keselamatan dirinya, maka para
tawanan perang dari kerajaan Haru ( Karo ) itu,berusaha beradaptasi
dan menghilangkan identitas jati dirinya dan terus berbaur bersama masyarakat
sekitarnya.tetapi beberapa orang yang di tawan didaerah pegunungan tengger yang
masih terisolasi tetap mempertahankan budaya asalnya,walaupun identitas jadi
dirinya seperti marga sudah dihilangkan sama sekali. Disamping itu beberapa
orang tawanan asal kerajaan Haru ( Karo ) masih tetap mempertahankan identitas
jati dirinya, dengan membentuk dan menambah identitas baru pada identitas jati
diri marganya dari daerah asalnya seperti Tarigan Jogja , yang
di tawan di daerah lereng Pegunungan Gunung Merapi di bagian selatan ( sekarang
kabupaten Sleman ) Jogyakarta, Marga Tarigan Jogya adalah merupakan
tawanan perang tentara kerajaan Majapahit pada akhir tahun 1305 Masehi, ketika
usai perang Haru tersebut.
Oleh
sebab itu pula di daerah pegunungan tengger sering kali di lakukan upacara adat
yang mirip sekali dengan upacara adat yang ada di adat budaya karo, seperti
halnya dalam upacara pemanggilan arwah (perumah Begu ) persis sama dengan adat
budaya yang ada di karo baik itu media-media yang di gunakan dalam uparaca adat
tersebut sampai sekarang.
Sumber : http://tariganjogya.blogspot.com
I
am Indonesia and I am Karo
Mejuah
- juah man banta kerina
R.G.T
No comments :
Post a Comment