Saya bukanlah seniman, sejarahwan ataupun budayawan, tetapi
saya hanyalah salah satu dari masyarakat bangsa karo yang mencintai budaya
karo, melalui tulisan ini saya ingin lebih memperkenalkan suku karo kepada
khalayak umum dan juga sebagai sarana bagi saya untuk lebih memahami budaya
dari suku saya sendiri.karena dengan membuat tulisan ini saya harus membaca
banyak artikel & buku mengenai suku karo.
Seperti
halnya daerah-daerah lain di Indonesia, ndikar juga merupakan olah raga bela
diri tradisional khas dari daerah Karo yang memiliki ciri khas tersendiri yang
berbeda dari daerah lain, sedangkan Pandikar adalah kata sebutan bagi
orang-orang yang mendalami ilmu bela diri ini ataupun orang-orang yang memiliki
ilmu bela diri ndikar (bandingkan pandikar dengan pendekar dalam bahasa
Indonesia).
Dalam
prakteknya ndikar sering juga dianggap sebagai tari-tarian biasa karena dalam
setiap penampilannya dalam acara-acara tertentu pertunjukkan ndikar kerap
diiringi dengan musik tradisional karo. Memang yang saya dengar sejak dari
zaman dulu pertunjukan ndikar selalu dipertunjukkan dengan iringan musik, dan
tarian ini juga merupakan salah satu dari tari tradisional suku Karo yang
dikenal dengan nama Tari- Tari Bintang. Namun tarian ini bukanlah tari-tarian
biasa yang gerakannya bisa dihafal dari awal sampai akhir dan tinggal
dipraktekkan saja mengikuti alunan musik, tarian ini adalah suatu wadah dimana
para pandikar menunjukkan apa yang dimilikinya atau apa yang dipelajarinya
selama mengikuti sang guru atau dengan kata lain di dalam tarian ini sang
pandikar berusaha menunjukkan seberapa dalam ilmu yang telah dimilikinya yang
dalam hal ini ditunjukkan dalam sebuah gerakan tari-tarian, tentu saja hal ini
membutuhkan suatu kemampuan yang cukup mumpuni dari sang pandikar. Seorang
maestro tari pun sepertinya akan sulit mempertunjukkan tarian ini tanpa belajar
bela diri ndikar, karena dalam tarian ini sama sekali tidak ada suatu gerakan
baku yang bisa dihafal atau diikuti, teapi para penari atau para pandikar
secara spontan harus membuat gerakan sendiri sesuai dengan gerakan atau
jurus-jurus ndikar yang telah dikuasainya dengan mengikuti alunan musik.
Walaupun
merupakan suatu tari-tarian, Tari-tari Bintang juga memberi kesempatan kepada
para pandikar untuk saling meyerang dan bertahan. Dimana dalam pertunjukan
ndikar dua orang akan ditampilkan untuk menunjukkan kemampuan masing-masing.
Dengan alunan musik yang bertempo pelan diawali gerakan sembah para pandikar
mulai menari dengan gerakan yang pelan atau normal mengikuti alunan musik,
tahap ini bisa diibaratkan sebagai tahap pemanasan. Pada tahap ini para
pandikar selain menari juga mulai berusaha untuk mencari celah atau mengintip kelemahan
sang lawan. Tahap selanjutnya pemusik mulai menaikkan tempo musiknya sehingga
pergerakan para pandikar juga semakin cepat sesuai dengan iringan musik, pada
tahap inilah para pandikar mulai saling menyerang dan mengeluarkan kemampuam
masing-masing dalam beberapa saat, biasanya pada tahap ini para penonton akan
menyemangati para pandikar dengan teriakan dan juga memberikan aplaus bagi
pandikar yang berhasil mencuri atau menyarangkan pukulan ketubuh lawan atau
juga kepada pandikar yang pertahanannya sulit ditembus sang lawan. Selanjutnya
musik berangsur mulai melambat dan kembali ke tempo awal, pergerakan sang
pandikar juga ikut melambat dan akhirnya ditutup dengan gerakan sembah dari
para pandikar.
Ndikar diambang kepunahan
Saat ini
ndikar sangat jarang dipelajari atau diajarkan baik di Tanah Karo ataupun
diluar Tanah Karo, sehingga kemungkinan suatu saat ndikar ini akan punah atau
lenyap dari peradaban Suku Karo, sungguh suatu hal yang sangat disayangkan
mengingat ndikar ini juga merupakan aset budaya Karo yang seharusnya
dilestarikan untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang. Saat ini hanya
segelintir orang-orang tertentu dan juga di desa-desa tertentu saja yang masih
mengerti atau memiliki kemampuan untuk mempraktekkan gerakan atau jurus dalam
ndikar, rata-rata orang-orang ini adalah orang-orang tua yang sudah mulai uzur.
Meskipun mereka mempunyai beberapa murid namun terkesan ilmunya berhenti hanya
sampai disitu saja tanpa ada generasi penerusnya.
Kurangnya
minat anak-anak muda Karo untuk mempelajari ndikar juga ikut andil dalam
semakin terpinggirkannya bela diri ndikar dari masyarakat Karo itu sendiri,
memang bukan hal yang aneh jika produk lokal selalu kalah dari produk-produk
import, Melalui tulisan ini saya untuk mencoba mengajak teman-teman para
muda-mudi Karo khususnya, marilah kita kembali melihat kebawah ketempat kita
berpijak, marilah bersama-sama kita kembangkan kembali seni bela diri ndikar
ini yang merupakan peninggalan budaya asli nenek moyang kita sehingga kelak
akan menjadi salah satu identitas kita suku Karo. Karena dengan mendalami
ndikar ini selain ikut melestarikan budaya juga akan bermanfaat bagi kesehatan
jiwa dan raga kita.
No comments :
Post a Comment