Saya bukanlah seniman, sejarahwan ataupun budayawan, tetapi saya hanyalah salah satu dari masyarakat bangsa karo yang mencintai budaya karo, melalui tulisan ini saya ingin lebih memperkenalkan suku karo kepada khalayak umum dan juga sebagai sarana bagi saya untuk lebih memahami budaya dari suku saya sendiri.karena dengan membuat tulisan ini saya harus membaca banyak artikel & buku mengenai suku karo
Kenapa
namanya dibuat Sibayak ? Menurut cerita orang tua karo, Pada zaman dulu katanya
ada satu keluarga yang tinggal di Tanah Karo tidak jauh dari lereng Gunung
Sibayak yang sangat miskin dan dia mempunyai dua orang Putra, Kira-kira putra
yang pertama pada umur 17 tahun dan putra kedua berumur 15 tahun. Ayah mereka
terserang penyakit dan meninggal dan satu tahun kemudian menyusul juga Ibu dari
anak tersebut sakit dan meninggal juga. Jadi tinggal-lah dua putranya menjadi
anak melumang ( Yatim piatu ), begitulah mereka menjalani hari-hari tanpa
didampingi Ayah dan Ibu.
Waktu
berjalan padi yang ditinggalkan semasa Ayah dan Ibu mereka masih hidup sudah
berangsur-angsur habis. Mau tidak mau dua putra tersebut mencari lahan yang
baru dan subur bermaksud ingin menanam padi. Merekapun sudah mendapatkan lahan
yang mereka anggap subur dan bagus sekali untuk ditanami padi tepatnya tidak
jauh dari lokasi tempat mereka tinggal dilereng Gunung Sibayak yang dulunya
nama gunung tersebut belum dinamakan Gunung Sibayak tentunya.
Jadi
kedua putra tersebut sepakat menggarap dan membuka lahan tersebut dan mereka
tanpa pikir panjang selesai membuka lahan, dibakar dan dibersihkan dan segera
mereka langsung menanaminya padi. Hari-hari berjalan padi yang mereka tanam
tumbuh bagus karena memang lahan baru yang sangat subur tentunya. pada umur
kira-kira 2,5 bulan padi yang tumbuh subur sudah rata mengeluarkan buahnya dan
sangat indah untuk dipandang mata. Mulai pada saat itu jugalah kedua putra
tersebut harus setiap hari mulai dari pagi sampai matahari terbenam selalu
berada diladang untuk menjaga padi mereka dari hama Babi hutan dan Monyet yang
pada saat itu masih sangat banyak sekali.
Disela-sela
mereka menjaga padi mereka juga meratakan sedikit tanah bermaksud ingin
mendirikan sebuah Pantar atau bisa disebut gubuk kecil yang tinggi untuk
memantau sekeliling ladang mereka dari atas. Pada saat mereka menggali dan
meratakan lokasi Pantar tersebut tiba-tiba anak bungsu dari dua putra tersebut
tersentak dan sedikit terkejut mendengar benturan alat yang dia tancapkan
ketanah seakan-akan mengenai sebuah batu atau besi yang apabila berbenturan
dengan benda keras lainnya mengeluarkan api.
Sibungsu
inipun dengan segera memanggil saudaranya dan mereka menggali dan mengeluarkan
benda tersebut. Setelah mereka berhasil mengeluarkan benda tersebut rupanya
mereka menemukan sebuah priuk ( Kudin ) tertutup rapi yang terbuat dari
kuningan pada zaman dulu.
Mereka
berdua juga bertatapan mata yah pastinya dihati perasaaan sedikit senang
lumayan bisa buat masak nasi atau merebus air ditengah ladang. Setelah
dibersihkan bagian luar benda tersebut dan mereka bermaksud membersihkan bagian
dalamnya rupanya didalam priuk tersebut ada sebuah benda kira-kira sebesar 2
gepalan tangan orang dewasa. Mereka langsung mengeluarkan benda tersebut dan
mengusap-usap bagian luarnya, benda itu mulai kelihatan berkilau dan berwarna
kuning.
Kedua
putra tersebut semakin penasaran dan ingin mengetahui lebih jelas apa barang
tersebut walaupun dalam benak mereka berdua sudah ada kemungkinan barang
tersebut Emas yang sengaja disimpan tuan-tuan tanah yang kaya raya karena takut
dirampas oleh musuh-musuhnya. yang tertua dari kedua putra tersebut langsung
menggigit bagian tepi benda tersebut hasilnya bekas gigi anak tersebut langsung
melesup dan meninggalkan bekas sepertinya tidak sekeras batu atau besi yang
apabila digigit tidak akan melesup dan meninggalkan bekas.
Putra
sulung dari kedua putra tersebut semakin merasa pasti bahwa benda tersebut
adalah Emas dan dia juga langsung memastikan kepada adiknya kita akan kaya raya
karena ini adalah emas peninggalan nenek moyang Zaman dulu dan memang anggapan
mereka benar karena memang benar barang yang mereka temukan itu adalah Emas.
Matahari
semakin redup, haripun sudah mulai gelap, kedua putra tersebut sepakat untuk
pulang dan membawa benda yang mereka temukan ke-Gubuk yang tidak begitu jauh
dari ladang itu. Pada malam hari selesai santap malam kedua putra tersebut juga
kembali berembuk bagaimana caranya supaya benda tersebut bisa dijual dan akan
mendapatkan uang yang banyak tentunya.
Kesepakatanpun
akhirnya mereka dapatkan dimana kalau kedua Putra tersebut pergi ke Kota untuk
menemui pembeli barang tersebut
tidak
bisa dilakukan, sebab salah satu orang harus menjaga padi mereka diladang dari
hama babi dan monyet yang sangat ganas dan siap menghabiskan padi yang sudah
mulai menguning.
Keputusanpun
akhirnya diambil bahwa putra sulung akan pergi keKota untuk menjual benda yang
mereka temukan tersebut dan anak yang bungsu tetap pergi keladang untuk menjaga
padi dengan kesepakatan akan mebawa semua hasil penjualan keladang dan pastinya
dibagi sama rata.
Keesokan
harinya pagi-pagi sekali kedua putra tersebutpun beranjak pergi dimana yang
bungsu berangkat keladang dan yang Sulung berangkat keKota.
Tibalah
putra yang sulung ditempat berkumpulnya orang-orang kaya biasanya berjual beli
sesuatu yang dibutuhkan termasuk kebutuhan sehari-hari seperti beras,
sayur-sayuran, cabe, ayam, Kuda dan sebagainya yang tentunya datang dari
berbagai daerah.
Mulailah
putra sulung ini mendekati sekumpulan orang yang dia anggap bisa membeli benda
yang dia temukan itu. tawar menawarpun hargapun akhirnya terjadi, tapi karena
tawaran dari pembeli ini belum dianggap pantas maka putra sulung ini
melanjutkan perjalanannya ketempat yang lebih rame yaitu: Kaban Jahe, disitu ia
langsung menemui sekumpulan orang yang dianggap juga bisa membeli barang
tersebut.
Tawar
menawar hargapun kembali terjadi, salah satu dari yang menawar ini yang sangat
kaya raya saat itu tertarik karena dia sudah bisa memastikan langsung bahwa
benda itu adalah Emas dan dia langsung mengajak putra sulung ini kerumahnya dan
menawarkan lembaran uang kertas tertinggi pada saat itu satu karung ditukar
dengan benda tersebut tanpa dihitung berapa jumlahnya.
Putra
sulung inipun tidak berpikir panjang dan menerima tawar orang tersebut karena
uang yang ditawarkan itu memang sangat banyak sekali jumlahnya. Dengan uang sebanyak
itu bisa langsung membuat dia sebagai orang yang sangat kaya raya. Putra sulung
inipun langsung mengikat sebelah dari lobang sarung yang ia selempangkan dari
ladang dan memasukkan uang tersebut.
Dia
memasukkan uang kertas tersebut sambil menekan-nekan supaya muat kedalam sarung
tersebut dan dia langsung mengikat lobang sarung yang satunya seolah-olah
seperti dia memabawa hasil panen dari ladang dan siapapun tidak menyangka bahwa
isinya sebenarnya adalah uang.
Tanpa
berbasa-basi yang panjang putra sulung inipun langsung berpamitan pulang dan
membawa karung tersebut menelusuri jalan
pulang.
Pastinya dia akan kembali jalan kaki melewati Berastagi menuju lereng Gunung
Sibayak yang kita sebut sekarang.
Sesampainya
di Berastagi dia berhenti sebentar untuk melepas dahaga karena maklum berjalan
kaki dari Kabanjahe ke Berastagi ternyat cukup melelahkan dirinya.
Dipemberhentiannya itulah pikiranpun mulai berdatangan silih berganti maksud
hatinya mau dibagaimanakan uang tersebut. Diapun beranjak dari pemberhentiannya
setelah mengeluarkan beberapa lemabar uang tersebut dan menghampiri para
penjaja makanan yang mereka sangat idam-idamkan dirumah selama ini.
Putra
sulung tersebut juga membungkus makanan-makanan tersebut dengan jumlah yang
lumayan banyak sekali. Tak lupa juga dari situ dia mampir ketoko-toko kecil
yang ada dipinggiran jalan yang biasa dibuka para pendatang untuk menjajakan
penyubur
dan pembasmi hama-hama tanaman.
Hari
sudah sore putra sulung tersebutpun bergegas untuk melanjutkan perjalanan
pulang keladang maklum tidak
menyiapkan
obor untuk persiapan apabila kemalaman dijalan. Kira-kira setengah jam lagi
perjalanan sampai digubuk putra sulung inipun kembali berhenti dan membuka
semua makanan yang dia beli tadi, tidak lupa juga sekalian membuka bungkusan
kecil yang dia beli dari Toko-toko kecil yang menjajakan penyubur dan pembasmi
hama tersebut.
Tanpa
berpikir panjang diapun mengaduk bahan itu kedalam semua makanan yang dia bawa
maksud hati supaya isi dari ikatan sarung yang dia bawa tidak akan ada perbagian
dan menjadi milik sendiri. Diapun cepat-cepat meneruskan perjalanan pulangnya
ke Gubuk tua peninggalan dari orang tuanya tersebut, sesampainya di Gubuk dia
tidak menemukan adiknya, memang hari belum begitu gelap sudah pasti adiknya
masih diladang untuk menjaga padi dari ganasnya hama.
Tanpa
menurunkan satupun barang yang dia bawa diapun langsung bergegas menuju ladang
bermaksud menemukan sang adik.
Keseharian
adiknya yang menjaga padi dari hama-hama tersebut rupanya perasaan yang sama
juga dia rasakan, bagaimana dan diapakan nanti uang tersebut apabila si Abang
datang dan akan membawa uang yang sangat banyak. Semenjak itu juga dia lengah
manjaga padi dan dia bergegas untuk memasang ranjau ( Ragem ) yang terbuat dari
tajamnya bambu dan ditarik penyambuk kayu yang dilengkungkan.
Disetiap
jalan masuk dari Gubuk mereka yang menuju ladang sudah terpasang rapi dan siap
menelan korban apabila tersentuh seutas tali yang dikaitkan ke penyambuk
tersebut. Memang Inisiatip sang adik pas sasaran karena putra sulung yang lagi
tergesa-gesa menuju ladang langsung terperanjak dan bersimbah darah tanpa
sempat memberikan kata-kata terakhir.
Putra
bungsu itupun langsung menghampiri abangnya, dia menemukan abangnya yang sudah
tidak bernyawa dia tidak menghiraukan abangnya dan langsung membuka bungkusan
sarung yang dibawa abangnya tersebut. Putra bungsu tersebutpun kagum dan sangat
senang melihat uang kertas yang sangat begitu banyak. Disitulah dia melihat
bungkusan satunya yang belum sempat lepas dari genggaman abangnya itu.
Pelan-pelan dia menarik bungkusan itu dan membukanya, perasaan senangpun kian
bertambah karena melihat isinya semua makanan yang sangat enak.
Tanpa
berpikir panjang diapun langsung menyantap makanan itu maklum lapar seharian
menjaga padi diladang. belum selesai menghabiskan makanan itu putra bungsu
inipun sudah mulai merasakan mual bercampur pusing tanpa pergerakan yang jauh diapun
terjatuh dan meninggal.
Dari
cerita inilah diketahui tidaklah ada orang yang kaya ( Bayak ) semua kembali ke
Gunung itu, Gunung itulah yang sebenarnya kaya ( Bayak ) maka disebutlah dia
Gunung Sibayak.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apakah cerita ini benar - benar terjadi atau ini hanya sekedar cerita dongeng, tinggal kitalah yang menilainya. Tapi satu yang pasti, cerita ini adalah milik masyarakat suku karo
Sumber : http://www.karo.or.id/asal-usul-nama-gunung-sibayak/
Mejuah - juah man banta kerina
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apakah cerita ini benar - benar terjadi atau ini hanya sekedar cerita dongeng, tinggal kitalah yang menilainya. Tapi satu yang pasti, cerita ini adalah milik masyarakat suku karo
Sumber : http://www.karo.or.id/asal-usul-nama-gunung-sibayak/
Mejuah - juah man banta kerina
R.G.T
No comments :
Post a Comment