Wednesday, January 22, 2014

Legenda Terbentuknya Lau Kawar

Saya bukanlah seniman, sejarahwan ataupun budayawan, tetapi saya hanyalah salah satu dari masyarakat bangsa karo yang mencintai budaya karo, melalui tulisan ini saya ingin lebih memperkenalkan suku karo kepada khalayak umum dan juga sebagai sarana bagi saya untuk lebih memahami budaya dari suku saya sendiri.karena dengan membuat tulisan ini saya harus membaca banyak artikel & buku mengenai suku karo

Pada zaman dahulu kala tersebutlah dalam sebuah kisah, ada sebuah desa yang sangat subur di daerah Kabupaten Karo. Desa Kawar namanya. Penduduk desa ini umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Hasil panen mereka selalu melimpah ruah. Suatu waktu, hasil panen mereka meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Lumbung-lumbung mereka penuh dengan padi. Bahkan banyak dari mereka yang lumbungnya tidak muat dengan hasil panen. Untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut, mereka pun bergotong-royong untuk mengadakan upacara adat.


Pada hari pelaksanaan upacara adat tersebut, Desa Kawar tampak ramai dan semarak. Para penduduk mengenakan pakaian yang berwarna-warni serta perhiasan yang indah. Kaum perempuannya  sibuk memasak berbagai macam masakan untuk dimakan bersama dalam upacara tersebut. Pelaksanaan upacara juga dimeriahkan dengan pagelaran ‘Gendang Guro-Guro Aron’, musik khas masyarakat Karo. Pada pesta yang hanya dilaksanakan setahun sekali itu, seluruh penduduk hadir dalam pesta tersebut, kecuali seorang nini/nenek tua renta yang sedang menderita sakit lumpuh. Tidak ketinggalan pula anak, menantu dan cucunya juga hadir dalam acara itu.

Tinggallah nini/nenek tua itu seorang diri terbaring di atas pembaringannya. Dalam  “Ya, Tuhan! Aku ingin sekali menghadiri pesta itu. Tapi, apa dayaku ini. Jangankan berjalan, berdiri pun aku sudah tak sanggup,” ratap si nenek tua dalam hati.

Dengan keadaannya tersebut dia hanya bisa membayangkan betapa meriahnya suasana acara tersebut. sayup-sayup terdengarlah olehnya suara Gendang Guro-guro Aron didendangkan, teringatlah ketika ia masih remaja. Pada pesta Gendang Guro-Guro Aron itu, remaja laki-laki dan perempuan menari berpasang-pasangan. Alangkah bahagianya saat-saat seperti itu. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan. Kini, di usianya yang sudah tua  tinggal siksaan dan penderitaan yang dialami. Ia merasa kesepian. Tak seorang pun yang ingin mengajaknya bicara. Ia merasa seperti orang yang tak berguna, semua orang tidak ada yang peduli padanya, termasuk anak, menantu serta cucu-cucunya.

Ketika tiba saatnya makan siang, semua penduduk yang hadir dalam pesta tersebut berkumpul untuk menyantap makanan yang telah disiapkan. Di sana berbagai masakan yang pastinya sangat enak untuk di santap. Suasana yang desa sejuk membuat mereka bertambah lahap dalam menikmati berbagai hidangan tersebut. Di tengah-tengah lahapnya mereka makan sekali-kali terdengar tawa, karena di antara mereka ada saja yang membuat lelucon. Rasa gembira yang berlebihan membuat mereka lupa diri, termasuk anak dan menantu si nenek itu. Mereka benar-benar lupa nande/ ibu mereka yang sedang terbaring lemas sendirian di rumah.

Sementara itu, si nenek sudah merasa sangat lapar, karena sejak pagi belum ada sedikit pun makanan yang mengisi perutnya. Kini, ia sangat mengharapkan anak atau menantunya ingat dan segera mengantarkan makanan. Namun, setelah ditunggu-tunggu, tak seorang pun yang datang.

“Aduuuh…! Perutku rasanya melilit-lilit. Tapi, kenapa sampai sekarang belum ada yang mengantarkan makanan untukku?” keluh si nenek sambil menahan lapar. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia mencoba mencari makanan di dapur, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Rupanya, sang anak sengaja tidak memasak pada hari itu, karena di tempat upacara tersedia banyak makanan.

Akhirnya, si nenek tersebut terpaksa kembali ke pembaringannya. Ia sangat kecewa, tak terasa air matanya keluar. Ibu tua itu menangisi nasibnya yang malang.

“Ya, Tuhan! benar-benar tega mereka(anak, menantu &cucu nenek tersebut) membiarkan aku menderita begini. Di sana mereka makan enak-enak sampai kenyang, sedang aku dibiarkan kelaparan. Sungguh kejam mereka!” kata nenek tua itu dalam hati dengan perasaan kecewa.

Beberapa saat kemudian, pesta makan-makan dalam upacara itu telah usai. Sang anak baru teringat pada ibunya di rumah. Ia kemudian segera menghampiri istrinya.

“Isriku! Bagaimana dengan makanan untuk ibu apa kamu sudah mengantarkannya?” tanya sang suami kepada istrinya.

“Belum” jawab istrinya.

“Kalau begitu, tolong bungkuskan makanan, lalu suruh anak kita menghantarkan nasi untuk ibu ke rumah !” perintah sang suami.

“Baiklah, suamiku‘ jawab sang istri.

Wanita itu pun langsung membungkus makanan lalu menyuruh anaknya untuk mengantarkan nasi tersebut ke rumah

Sang anak pun langsung berlari sambil membawa makanan itu pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, anak itu segera menyerahkan makanan itu kepada neneknya, lalu berlari kembali ke tempat upacara. Alangkah senangnya hati sang nenek. Pada saat-saat lapar seperti itu, tiba-tiba ada yang membawakan makanan. Dengan perasaan gembira, sang nenek pun segera membuka bungkusan itu. Namun betapa kecewanya ia, ternyata isi bungkusan itu hanyalah sisa-sisa makanan!!.

 “Ya, Tuhan! Apa mereka sudah menganggapku seperti binatang. Kenapa mereka memberiku sisa-sisa makanan” gumam si nenek tua dengan perasaan kesal.

Sebenarnya bungkusan itu berisi nasi dan daging panggang yang masih utuh. Namun, di tengah perjalanan si cucu telah memakan sebagian isi bungkusan itu, sehingga yang tersisa hanya sisa – sisanya saja.

Nenek tersebutg tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, ia mengira anak dan menantunyalah yang telah tega melakukan hal itu. Nenek tersebut merasa sangat sedih dan terhina dengan perlakuan yang ia terima. Air matanya pun tak terbendung lagi. Ia kemudian berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anak dan menantunya itu.

“Ya, Tuhan..!” Mereka telah berbuat durhaka kepadaku. Berilah mereka pelajaran..!” perempuan tua itu memohon kepada Yang Maha kuasa. Baru saja terucap kalimat itu dari mulut si nenek tersebut, tiba-tiba terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat. Langit pun menjadi mendung, guntur menggelegar bagai memecah langit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya.

Seluruh penduduk yang semula bersuka-ria, tiba-tiba menjadi panik. Suara jerit tangis meminta tolong pun terdengar dari mana-mana. Namun, mereka sudah tidak bisa menghindar lagi dari keganasan alam yang sungguh mengerikan itu.

Dalam sekejap, desa Kawar yang subur dan makmur itu tenggelam. Tak seorang pun dari penduduknya yang selamat. Desa itu berubah menjadi sebuah danau besar. Oleh masyarakat setempat, danau itu diberi nama ‘Lau Kawar’.

Sekian…

Cerita di atas termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral yang mengingatkan kita agar mensyukuri nikmat yang kita dapat, menjauhi sifat durhaka kepada orang tua, dan menyia-nyiakan amanat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apakah cerita ini benar - benar terjadi atau ini hanya sekedar cerita dongeng, tinggal kitalah yang menilainya. Tapi satu yang pasti, cerita ini adalah milik masyarakat suku karo


Mejuah - juah man banta kerina

R.G.T



No comments :