Saya bukanlah seniman, sejarahwan ataupun budayawan, tetapi
saya hanyalah salah satu dari masyarakat bangsa karo yang mencintai budaya
karo, melalui tulisan ini saya ingin lebih memperkenalkan suku karo kepada
khalayak umum dan juga sebagai sarana bagi saya untuk lebih memahami budaya
dari suku saya sendiri.karena dengan membuat tulisan ini saya harus membaca
banyak artikel & buku mengenai suku karo.
Seluruh tulisan mengenai budaya karo yang saya tulis dibawah
ini, saya rangkum dari berbagai sumber. Rangkuman tersebut tentunya saya buat
sesuai dengan pemahaman saya tentang karo, kalau ada kekurangan mohon maaf dan
mohon koreksinya.
Proses Pembuatan Rumah Adat Karo
Keinginan
mendirikan rumah terlebih dahulu dilakukan melalui permufakatan (Pesada arih)
antara raja bakal pemilik rumah (bena kayu) dengan isteri, kemudian yang
bersangkutan menanyakan pihak keluarga pemberi istri (kalimbubu) untuk tinggal
bersama, selanjutnya memberitahukan pihak keluarga penerima istri (anak beru),
dan diakhiri dengan memanggil biak senina, sehingga lengkap empat atau
delapan
keluarga. Pembangunan Rumah adat karo biasanya akan dilakukan secara bergotong
royong bersama masyarakat kampung.
Setelah terjadi pemufakatan dalam pembangunan rumah adat
tersebut. Selanjutnya keluarga yang berniat membangun rumah adat karo akan
terlebih dahulu menanyakan kepada Guru
peniktik wari sitelu puluh (Orang yang mengetahui kapan hari baik hari baik
untuk melakukan suatu kegiatan) kapan bulan dan hari yang baik untuk mulai
pembangunan tersebut.
Setelah bulan dan hari yang ditentukan tiba maka mulailah
pande (tukang) pergi ke hutan untuk menebang kayu yang pertama. Pande/tukang
rumah dalam masyarakat karo ada dua yaitu :
1.
Pande Namura
2.
Pande Rambu – rambu
Penebangan kayu yang pertama ini disebut dengan ngempak,
sedangkan jenis kayu yang ditebang di sebut dengan kayu nderasi . pada saat
pande menebang kayu tersebut arah tumbangnya kayu juga akan dperhatikan, karena
ini akan dijadikan pedoman untuk kerja selanjutnya. Karena pedoman ini baik
menurut guru peniktik wari.
Setelah penebangan kayu pertama selesai. Maka, mulailah
masyarakat kampung secara bergotong royong pergi kehutan untuk menebang kayu – kayu lain
yang dibutuhkan. Kayu yang akan ditebang biasanya aka berada jauh didalam hutan
sehingga akan membutuhkan banyak orang untuk menarik kayu tersebut, pada saat
seperti inilah pande tua atau pande namura harus bisa menghimpun masyarakat kampung
untuk bekerjasama dalam pembangunan rumah adat tersebut. Kayu yang ditebang
biasanya akan dibawa melalui sungai. Salah satu sungai yang dipakai biasanya
adalah sungai lau biang, sungai ini sangat besar dan letaknya membujur dari
timur ke barat.
Pada saat akan mengeluarkan kayu dari sungai dan membawanya
lokasi pembangunan juga akan dilakukan secara bergotong royong. Pada saat
proses ini kaum ibu biasanya akan membangkit – bangkitkan semangat para pria
dengan menyebut dewa – dewa gunung agar jangan ada yang mengalami celaka saat
menggotong kayu tersebut. Pada saat menarik atau menggotong kayu tersebut
biasanya akan desertai juga dengan menyanyikan lagu yang disebut dengan lagu
ngerintak kayu, fungsi lagu ini biasanya untuk menambah semangat para pria yang
membawa kayu tersebut. Berikut ini adalah melodi dan lirik dari lagu tersebut.
6 5 5 5 5
5 0 6
5 5 5
5 5
Ah o
ole o ah o
ole o le
Setelah kayu yang dibutuhkan dibawa semua kelokasi
pembangunan. Selanjutnya, kayu akan mulai dipahat oleh pande namura, dalam
membangun ini pande namura akan bekerjasama dengan pande rambu rambu. Bangunan Rumah
adat tersebut akan dibangun tanpa menggunakan paku, kawat ataupun bahan – bahan
dari besi sebagai alat perekatnya, tapi hanya akan menggunakan kayu dan ijuk.
Pada bagian puncak dari rumah adat tersebut akan di ikatkan
dua buah tanduk kerbau. Tandu ini terdiri dari tanduk kerbau jantan yang
terletak pada puncak bena kayu dan tanduk kerbau betina yang terletak pada puncak
ujung kayu dan pemasangannya akan dilakukan pada malam hari sesuai dengan
kebiasaan dan kepercayaan masyarakat. Selain itu ad juga tutup langit yang
merupakan bagian wajah dari rumah adat tersebut. Tutup langit ini biasanya
penuh dengan ukiran dan untuk melengketkannya harus diadakan upacara terlebih
dahulu. Upacara ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan masyarakat karo pada
saat itu, upacara ini disebut dengan “Nimpa Bulung Simalem malem”. Pada proses
ini seluruh keluarga yang memiliki rumah yang dibangun tersebut harus
mengadakan jamuan . setelah proses upacara tersebut selesai barulah tutup
langit akan di lengketkan.
Tiap – tiap rumah adat karo mempunyai nama sendiri, yaitu :
1.
Rumah Gerga
2.
Rumah Sangka Manuk
3.
Rumah Derpih
4.
Rumah Mbelin
5.
Rumah Ratah
6.
Rumah Berneh
7.
Rumah sibelan Ayo
8.
Rumah Siganjang Para
9.
Rumah anjung – anjung
10.
Rumah Tersek
Rumah Adat karo merupakan rumah memiliki arsitektur yang sangat mengagumkan.
Sumber : Dari Berbagai Sumber
I am Indonesia and I am Karo
Mejuah - juah man banta kerina
R.G.T
No comments :
Post a Comment